watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

DADA SYENI

Sudah masuk tahun ketiga aku buka praktek di
sini semuanya berjalan biasa-biasa saja seperti
layaknya praktek dokterr umum lainnya. Pasien
bervariasi umur dan status sosialnya. Pada
umumnya datang ke tempat praktekku dengan
keluhan yang juga tak ada yang istimewa. Flu,
radang tenggorokan, sakit perut, maag,
gangguan pencernaan, dll.
Akupun tak ada masalah hubungan dengan para
pasien. Umumnya mereka puas atas hasil
diagnosisku, bahkan sebagian besar pasien
merupakan pasien “langganan”, artinya mereka
sudah berulang kali konsultasi kepadaku tentang
kesehatannya. Dan, ketika aku iseng memeriksa
file-file pasien, aku baru menyadari bahwa 70 %
pasienku adalah ibu-ibu muda yang berumur
antar 20 – 30 tahun. Entah kenapa aku kurang
tahu.
“Mungkin dokter ganteng dan baik hati” kata Nia,
suster yang selama ini membantuku.
“Ah kamu . bisa aja”
“Bener Dok” timpal Tuti, yang bertugas
mengurus administrasi praktekku.
Oh ya, sehari-hari aku dibantu oleh kedua wanita
itu. Mereka semua sudah menikah. Aku juga
sudah menikah dan punya satu anak lelaki umur
2 tahun. Umurku sekarang menjelang 30 tahun.
Aku juga berpegang teguh pada sumpah dan
etika dokter dalam menangani para pasien.
Penuh perhatian mendengarkan keluhan mereka,
juga Aku tak “pelit waktu”. Mungkin faktor inilah
yang membuat para ibu muda itu datang ke
tempatku. Diantara mereka bahkan tidak
mengeluhkan tentang penyakitnya saja, tapi juga
perihal kehidupan rumah tangganya,
hubungannya dengan suaminya. Aku
menanggapinya secara profesional, tak ingin
melibatkan secara pribadi, karena aku mencintai
isteriku.
Semuanya berjalan seperti biasa, wajar, sampai
suatu hari datang Ny. Syeni ke meja praktekku ..
Kuakui wanita muda ini memang cantik dan
seksi. Berkulit kuning bersih, seperti pada
umumnya wanita keturunan Tiong-hwa,
parasnya mirip bintang film Hongkong yang aku
lupa namanya, langsing, lumayan tinggi, dan ….
inilah yang mencolok : dadanya begitu menonjol
ke depan, membulat tegak, apalagi sore ini dia
mengenakan blouse bahan kaos yang ketat
bergaris horsontal kecil2 warna krem, yang
makin mempertegas keindahan bentuk sepasang
payudaranya. Dipadu dengan rok mini warna
coklat tua, yang membuat sepasang kakinya
mulusnya makin “bersinar”.
Dari kartu pasien tertera Syeni namanya, 28
tahun umurnya.
“Kenapa Bu .” sapaku.
“Ini Dok . sesak bernafas, hidung mampet, trus
perut saya mules”
“Kalau menelan sesuatu sakit engga Bu “
“Benar dok”
“Badannya panas ?”
Telapak tangannya ditempelkan ke dagunya.
“Agak anget kayanya”
Kayanya radang tenggorokan.
“Trus mulesnya . kebelakang terus engga”
“Iya Dok”
“Udah berapa kali dari pagi”
“Hmmm . dua kali”
“Ibu ingat makan apa saja kemarin ?”
“Mmm rasanya engga ada yang istimewa .
makan biasa aja di rumah”
“Buah2 an ?”
“Oh ya . kemarin saya makan mangga, 2 buah”
“Coba ibu baring disitu, saya perika dulu”
Sekilas paha putih mulusnya tersingkap ketika
ibu muda ini menaikkan kakinya ke dipan yang
memang agak tinggi itu.
Seperti biasa, Aku akan memeriksa
pernafasannya dulu. Aku sempat bingung.
Bukan karena dadanya yang tetap menonjol
walaupun dia berbaring, tapi seharusnya dia
memakai baju yang ada kancing ditengahnya,
biar aku gampang memeriksa. Kaos yang
dipakainya tak berkancing.
Stetoskopku udah kupasang ke kuping
Ny. Syeni rupanya tahu kebingunganku. Dia tak
kalah bingungnya.
“Hmmm gimana Bu”
“Eh .. Hmmm .. Gini aja ya Dok” katanya sambil
agak ragu melepas ujung kaos yang tertutup
roknya, dan menyingkap kaosnya tinggi-tinggi
sampai diatas puncak bukit kembarnya. Kontan
saja perutnya yang mulus dan cup Bhnya
tampak.
Oohh . bukan main indahnya tubuh ibu muda
ini. Perutnya yang putih mulus rata, dihiasi pusar
di tengahnya dan BH cream itu nampak ketat
menempel pada buah dadanya yang ampuun ..
Putihnya . dan menjulang.
Sejenal aku menenangkan diri. Aku sudah biasa
sebenarnya melihat dada wanita. Tapi kali ini,
cara Ibu itu membuka kaos tidak biasa. Bukan
dari atas, tapi dari bawah. Aku tetap bersikap
profesional dan memang tak ada sedikitpun
niatan untuk berbuat lebih.
Kalau wanita dalam posisi berbaring, jelas
dadanya akan tampak lebih rata. Tapi dada
nyonya muda ini lain, belahannya tetap
terbentuk, bagai lembah sungai di antara 2 bukit.
“Maaf Bu ya ..” kataku sambil menyingkap lagi
kaosnya lebih keatas. Tak ada maksud apa-apa.
Agar aku lebih leluasa memeriksa daerah
dadanya.
“Engga apa-apa Dok” kata ibu itu sambil
membantuku menahan kaosnya di bawah leher.
Karena kondisi daerah dadanya yang
menggelembung itu dengan sendirinya
stetoskop itu “harus” menempel-nempel juga ke
lereng-lereng bukitnya.
“Ambil nafas Bu.”
Walaupun tanganku tak menyentuh langsung,
melalui stetoskop aku dapat merasakan betapa
kenyal dan padatnya payudara indah ini.
Jelas, banyak lendir di saluran pernafasannya.
Ibu ini menderita radang tenggorokan.
“Maaf Bu ya ..” kataku sambil mulai memencet-
mencet dan mengetok perutnya. Prosedur
standar mendiagnosis keluhan perut mulas.
Jelas, selain mulus dan halus, perut itu kenyal
dan padat juga. Kalau yang ini tanganku
merasakannya langsung.
Jelas juga, gejalanya khas disentri. Penyakit yang
memang sedang musim bersamaan tibanya
musim buah.
“Cukup Bu .”
Syeni bangkit dan menurunkan kakinya.
“Sakit apa saya Dok” tanyanya. Pertanyaan yang
biasa. Yang tidak biasa adalah Syeni masih
membiarkan kaosnya tersingkap. Belahan
dadanya makin tegas dengan posisnya yang
duduk. Ada hal lain yang juga tak biasa. Rok mini
coklatnya makin tersingkap menampakkan
sepasang paha mulus putihnya, karena kakinya
menjulur ke bawah menggapai-gapai sepatunya.
Sungguh pemandangan yang amat indah .
“Radang tenggorokan dan disentri”
“Disentri ?” katanya sambil perlahan mulai
menurunkan kaosnya.
“Benar, bu. Engga apa-apa kok. Nanti saya kasih
obat” walaupun dada dan perutnya sudah
tertutup, bentuk badan yang tertutup kaos ketat
itu tetap sedap dipandang.
“Karena apa Dok disentri itu ?” Sepasang
pahanya masih terbuka. Ah ! Kenapa aku jadi
nakal begini ? Sungguh mati, baru kali ini aku
“menghayati” bentuk tubuh pasienku. Apa
karena pasien ini memang luar biasa indahnya ?
Atau karena cara membuka pakaian yang
berbeda ?
“Bisa dari bakteri yang ada di mangga yang Ibu
makan kemarin” Syeni sudah turun dari
pembaringan. Tinggal lutut dan kaki mulusnya
yang masih “tersisa”
Oo .. ada lagi yang bisa dinikmati, goyangan
pinggulnya sewaktu dia berjalan kembali ke
tempat duduk. Aku baru menyadari bahwa
nyonya muda ini juga pemilik sepasang bulatan
pantat yang indah. Hah ! Aku makin kurang ajar.
Ah engga.. Aku tak berbuat apapun. Cuma tak
melewatkan pemandangan indah. Masih wajar.
Aku memberikan resep.
“Sebetulnya ada lagi Dok”
“Apa Bu, kok engga sekalian tadi” Aku sudah siap
berkemas. Ini pasien terakhir.
“Maaf Dok .. Saya khawatir .. Emmm ..” Diam.
“Khawatir apa Bu “
“Tante saya kan pernah kena kangker payudara,
saya khawatir .”
“Setahu saya . itu bukan penyakit keturunan”
kataku memotong, udah siap2 mau pulang.
“Benar Dok”
“Ibu merasakan keluhan apa ?”
“Kalau saya ambil nafas panjang, terasa ada
yang sakit di dada kanan”
“Oh . itu gangguan pernafasan karena radang
itu. Ibu rasakan ada suatu benjolan engga di
payudara” Tanpa disadarinya Ibu ini memegang
buah dada kanannya yang benar2 montok itu.
“Saya engga tahu Dok”
“Bisa Ibu periksa sendiri. Sarari. Periksa payudara
sendiri” kataku.
“Tapi saya kan engga yakin, benjolan yang kaya
apa ..”
Apakah ini berarti aku harus memeriksa
payudaranya ? Ah engga, bisa-bisa aku dituduh
pelecehan seksual. Aku serba salah.
“Begini aja Bu, Ibu saya tunjukin cara
memeriksanya, nanti bisa ibu periksa sendiri di
rumah, dan laporkan hasilnya pada saya”
Aku memeragakan cara memeriksa
kemungkinan ada benjolan di payudara, dengan
mengambil boneka manequin sebagai model.
“Baik dok, saya akan periksa sendiri”
“Nanti kalau obatnya habis dan masih ada
keluhan, ibu bisa balik lagi”
“Terima kasih Dok”
“Sama-sama Bu, selamat sore”
Wanita muda cantik dan seksi itu berlalu.
Lima hari kemudian, Ny Syeni nongol lagi di
tempat praktekku, juga sebagai pasien terakhir.
Kali ini ia mengenakan blouse berkancing yang
juga ketat, yang juga menonjolkan buah
kembarnya yang memang sempurna
bentuknya, bukan kaos ketat seperti kunjungan
lalu. Masih dengan rok mininya.
“Gimana Bu . udah baikan”
“Udah Dok. Kalo nelen udah engga sakit lagi”
“Perutnya ?”
“Udah enak”
“Syukurlah … Trus, apa lagi yang sakit ?”
“Itu Dok .. Hhmmm .. Kekhawatiran saya itu
Dok”
“Udah diperiksa belum ..?”
“Udah sih . cuman …” Dia tak meneruskan
kalimatnya.
“Cuman apa .”
“Saya engga yakin apa itu benjolan atau
bukan ..”
“Memang terasa ada, gitu “
“Kayanya ada kecil . tapi ya itu . saya engga
yakin”
Mendadak aku berdebar-debar. Apa benar dia
minta aku yang memeriksa . ? Ah, jangan ge-er
kamu.
“Maaf Dok .. Apa bisa …. Saya ingin yakin”
katanya lagi setelah beberapa saat aku berdiam
diri.
“Maksud Ibu, ingin saya yang periksa” kataku
tiba2, seperti di luar kontrol.
“Eh .. Iya Dok” katanya sambil senyum tipis
malu2. Wajahnya merona. Senyuman manis itu
makin mengingatkan kepada bintang film
Hongkong yang aku masih juga tak ingat
namanya.
“Baiklah, kalau Ibu yang minta” Aku makin deg-
degan. Ini namanya rejeki nomplok. Sebentar
lagi aku akan merabai buah dada nyonya muda
ini yang bulat, padat, putih dan mulus !
Oh ya . Lin Chin Shia nama bintang film itu, kalau
engga salah eja.
Tanpa disuruh Syeni langsung menuju tempat
periksa, duduk, mengangkat kakinya, dan
langsung berbaring. Berdegup jantungku,
sewaktu dia mengangkat kakinya ke
pembaringan, sekilas CD-nya terlihat, hitam juga
warnanya. Ah . paha itu lagi . makin membuatku
nervous. Ah lagi, penisku bangun ! baru kali ini
aku terangsang oleh pasien.
“Silakan dibuka kancingnya Bu”
Syeni membuka kancing bajunya, seluruh
kancing ! Kembali aku menikmati pemandangan
seperti yang lalu, perut dan dadanya yang
tertutup BH. Kali ini warnanya hitam, sungguh
kontras dengan warna kulitnya yang bak
pualam.
“Dada kanan Bu ya .”
“Benar Dok”
Sambil sekuatnya menahan diri, aku
menurunkan tali BH-nya. Tak urung jari2ku
gemetaran juga. Gimana tidak. Membuka BH
wanita cantik, seperti memulai proses fore-play
saja ..
“Maaf ya Bu .” kataku sambil mulai mengurut.
Tanpa membuka cup-nya, aku hanya
menyelipkan kedua telapak tanganku. Wow !
bukan main padatnya buah dada wanita ini.
Mengurut pinggir-pinggir bulatan buah itu
dengan gerakan berputar.
“Yang mana Bu benjolan itu ?”
“Eehh . di dekat putting Dok . sebelah
kanannya .”
Aku menggeser cup Bhnya lebih kebawah. Kini
lebih banyak bagian buah dada itu yang tampak.
Makin membuatku gemetaran. Entah dia
merasakan getaran jari-jariku atau engga.
“Dibuka aja ya Dok” katanya tiba2 sambil
tangannya langsung ke punggung membuka
kaitan Bhnya tanpa menunggu persetujuanku.
Oohhh . jangan dong . Aku jadi tersiksa lho Bu,
kataku dalam hati. Tapi engga apa-apa lah ..
Cup-nya mengendor. Daging bulat itu seolah
terbebas. Dan .. syeni memelorotkan sendiri
cup-nya …
Kini bulatan itu nampak dengan utuh. Oh
indahnya … benar2 bundar bulat, putih mulus
halus, dan yang membuatku tersengal, putting
kecilnya berwarna pink, merah jambu !
Kuteruskan urutan dan pencetanku pada daging
bulat yang menggiurkan ini. Jelas saja, sengaja
atau tidak, beberapa kali jariku menyentuh
putting merah jambunya itu ..
Dan .. Putting itu membesar. Walaupun kecil tapi
menunjuk ke atas ! Wajar saja. Wanita kalau
disentuh buah dadanya akan menegang
putingnya. Wajar juga kalau nafas Syeni sedikit
memburu. Yang tak wajar adalah, Syeni
memejamkan mata seolah sedang dirangsang !
Memang ada sedikit benjolan di situ, tapi ini sih
bukan tanda2 kangker.
“Yang mana Bu ya .” Kini aku yang kurang ajar.
Pura-pura belum menemukan agar bisa terus
meremasi buah dada indah ini. Penisku benar2
tegang sekarang.
“Itu Dok . coba ke kiri lagi .. Ya .itu .” katanya
sambil tersengal-sengal. Jelas sekali, disengaja
atau tidak, Syeni telah terrangsang .
“Oh . ini ..bukan Bu . engga apa-apa”
“Syukurlah”
“Engga apa-apa kok” kataku masih terus
meremasi, mustinya sudah berhenti. Bahkan
dengan nakalnya telapak tangnku mengusapi
putingnya, keras ! Tapi Syeni membiarkan
kenakalanku. Bahkan dia merintih, amat pelan,
sambil merem ! Untung aku cepat sadar.
Kulepaskan buah dadanya dari tanganku.
Matanya mendadak terbuka, sekilas ada sinar
kekecewaan.
‘Cukup Bu” kataku sambil mengembalikan cup ke
tempatnya. Tapi …
“Sekalian Dok, diperiksa yang kiri .” Katanya
sambil menggeser BH nya ke bawah. hah ? Kini
sepasang buah sintal itu terbuka seluruhnya.
Pemandangan yang merangsang .. Putting
kirinyapun sudah tegang . Sejenak aku bimbang,
kuteruskan, atau tidak. Kalau kuteruskan, ada
kemungkinan aku tak bisa menahan diri lagi,
keterusan dan ,,,, melanggar sumpah dokter
yang selama ini kujunjung tinggi. Kalau tidak
kuteruskan, berarti aku menolak keinginan
pasien, dan terus terang rugi juga dong . aku
kan pria tulen yang normal. Dalam kebimbangan
ini tentu saja aku memelototi terus sepasang
buah indah ciptaan Tuhan ini.
“Kenapa Dok ?” Pertanyaan yang mengagetkan.
“Ah .. engga apa-apa … cuman kagum” Ah !
Kata-kataku meluncur begitu saja tak terkontrol.
Mulai nakal kamu ya, kataku dalam hati.
“Kagum apa Dok” Ini jelas pertanyaan yang rada
nakal juga. Sudah jelas kok ditanyakan.
“Indah .” Lagi-lagi aku lepas kontrol
“Ah . dokter bisa aja .. Indah apanya Dok” Lagi-
lagi pertanyaan yang tak perlu.
“Apalagi .”
“Engga kok . biasa-biasa aja” Ah mata sipit itu ..
Mata yang mengundang !
“Maaf Bu ya .” kataku kemudian mengalihkan
pembicaraan dan menghindari sorotan matanya.
Kuremasi dada kirinya dengan kedua belah
tangan, sesuai prosedur.
Erangannya tambah keras dan sering, matanya
merem-melek. Wah . ini sih engga beres nih.
Dan makin engga beres, Syeni menuntun tangan
kiriku untuk pindah ke dada kanannya, dan
tangannya ikut meremas mengikuti gerakan
tanganku .. Jelas ini bukan gerakan Sarari, tapi
gerakan merangsang seksual . herannya aku
nurut saja, bahkan menikmati.
Ketika rintihan Syeni makin tak terkendali, aku
khawatir kalau kedua suster itu curiga. Kalaupun
suster itu masuk ruangan, masih aman, karena
dipan-periksa ini ditutup dengan korden. Dan .
benar juga, kudengar ada orang memasuki
ruang praktek. Aku langsung memberi isyarat
untuk diam. Syeni kontan membisu. Lalu aku
bersandiwara.
“Ambil nafas Bu ” seolah sedang memeriksa.
Terdengar orang itu keluar lagi.
Tak bisa diteruskan nih, reputasiku yang baik
selama ini bisa hancur.
“Udah Bu ya . tak ada tanda-tanda kangker kok”
“Dok ..” Katanya serak sambil menarik tanganku,
mata terpejam dan mulut setengah terbuka.
Kedua bulatan itu bergerak naik-turun mengikuti
alunan nafasnya. Aku mengerti permintaanya.
Aku sudah terangsang. Tapi masa aku melayani
permintaan aneh pasienku? Di ruang periksa?
Gila !
Entah bagaimana prosesnya, tahu-tahu bibir
kami sudah beradu. Kami berciuman hebat.
Bibirnya manis rasanya .
Aku sadar kembali. Melepas.
“Dok .. Please . ayolah .” Tangannya meremas
celana tepat di penisku
“Ih kerasnya ..”
“Engga bisa dong Bu ..’
“Dokter udah siap gitu .”
“Iya .. memang .. Tapi masa .”
“Please dokter .. Cumbulah saya .”
Aku bukannya tak mau, kalau udah tinggi begini,
siapa sih yang menolak bersetubuh dengan
wanita molek begini ?
“Nanti aja . tunggu mereka pulang” Akhirnya aku
larut juga .
“Saya udah engga tahan .”
“Sebentar lagi kok. Ayo, rapiin bajunya dulu. Ibu
pura-pura pulang, nanti setelah mereka pergi,
Ibu bisa ke sini lagi” Akhirnya aku yang engga
tahan dan memberi jalan.
“Okey ..okey . Bener ya Dok”
“Bener Bu”
“Kok Ibu sih manggilnya, Syeni aja dong”
“Ya Syeni” kataku sambil mengecup pipinya.
“Ehhhhfff”
Begitu Syeni keluar ruangan, Nia masuk.
“habis Dok”
Dia langsung berberes. Rapi kembali.
“Dokter belum mau pulang ?”
“Belum. Silakan duluan”
“Baiklah, kita duluan ya”
Aku amati mereka berdua keluar, sampai hilang
di kegelapan. Aku mencari-cari wanita molek itu.
Sebuah baby-bens meluncur masuk, lalu parkir.
Si tubuh indah itu nongol. Aku memberi kode
dengan mengedipkan mata, lalu masuk ke ruang
periksa, menunggu.
Syeni masuk.
“Kunci pintunya” perintahku.
Sampai di ruang periksa Syeni langsung
memelukku, erat sekali.
“Dok …”
“Ya .Syeni .”
Tak perlu kata-kata lagi, bibir kami langsung
berpagutan. Lidah yang lincah dan ahli
menelusuri rongga-ronga mulutku. Ah wanita
ini .. Benar-benar ..ehm ..
Sambil masih berpelukan, Syeni menggeser
tubuhnya menuju ke pembaringan pasien,
menyandarkan pinggangnya pada tepian dipan,
mata sipitnya tajam menatapku, menantang. Gile
bener ..
Aku tak tahan lagi, persetan dengan sumpah,
kode etik dll. Dihadapanku berdiri wanita muda
cantik dan sexy, dengan gaya menantang.
Kubuka kancing bajunya satu-persatu sampai
seluruhnya terlepas. Tampaklah kedua gumpalan
daging kenyal putih yang seakan sesak tertutup
BH hitam yang tadi aku urut dan remas-remas.
Kali ini gumpalan itu tampak lebih menonjol,
karena posisinya tegak, tak berbaring seperti
waktu aku meremasnya tadi. Benar2
mendebarkan ..
Syeni membuka blousenya sendiri hingga jatuh
ke lantai. Lalu tangannya ke belakang melepas
kaitan Bhnya di punggung. Di saat tangannya ke
belakang ini, buah dadanya tampak makin
menonjol. Aku tak tahan lagi …
Kurenggut BH hitam itu dan kubuang ke lantai,
dan sepasang buah dada Syeni yang bulat,
menonjol, kenyal, putih, bersih tampak
seluruhnya di hadapanku. Sepasang putingnya
telah mengeras. Tak ada yang bisa kuperbuat
selain menyerbu sepasang buah indah itu
dengan mulutku.
“Ooohhh .. Maaassss ..” Syeni merintih
keenakan, sekarang ia memanggilku Mas !
Aku engga tahu daging apa namanya, buah
dada bulat begini kok kenyal banget, agak susah
aku menggigitnya. Putingnya juga istimewa.
Selain merah jambu warnanya, juga kecil,
“menunjuk”, dan keras. Tampaknya, belum
seorang bayipun menyentuhnya. Sjeni memang
ibu muda yang belum punya anak.
“Maaaasss .. Sedaaaap ..” Rintihnya ketika aku
menjilati dan mengulumi putting dadanya.
Syeni mengubah posisi bersandarnya bergeser
makin ke tengah dipan dan aku mengikuti
gerakannya agar mulutku tak kehilangan putting
yang menggairahkan ini. Lalu, perlahan dia
merebahkan tubuhnya sambil memelukku.
Akupun ikut rebah dan menindih tubuhnya.
Kulanjutkan meng-eksplorasi buah dada indah ini
dengan mulutku, bergantian kanan dan kiri.
Tangannya yang tadi meremasi punggungku,
tiba2 sekarang bergerak menolak punggungku.
“Lepas dulu dong bajunya . Mas .” kata Syeni
Aku turun dari pembaringan, langsung
mencopoti pakaianku, seluruhnya. Tapi sewaktu
aku mau melepas CD-ku, Syeni mencegahnya.
Sambil masih duduk, tangannya mengelus-elus
kepala penisku yang nongol keluar dari Cdku,
membuatku makin tegang aja .. Lalu, dengan
perlahan dia menurunkan CD-ku hingga lepas.
Aku telah telanjang bulat dengan senjata tegak
siap, di depan pasienku, nyonya muda yang
cantik, sexy dan telanjang dada.
“Wow .. Bukan main ..” Katanya sambil menatap
penisku.
Wah . tak adil nih, aku sudah bugil sedangkan
dia masih dengan rok mininya. Kembali aku naik
ke pembaringan, merebahkan tubuhnya, dan
mulai melepas kaitan dan rits rok pendeknya.
Perlahan pula aku menurunkan rok pendeknya.
Dan …. Gila !
Waktu menarik roknya ke bawah, aku
mengharapkan akan menjumpai CD hitam yang
tadi sebelum memeriksa dadanya, sempat
kulihat sekejap. Yang “tersaji” sekarang
dihadapanku bukan CD hitam itu, meskipun
sama-sama warna hitam, melainkan bulu-bulu
halus tipis yang tumbuh di permukaan
kewanitaan Syeni, tak merata. Bulu-bulu itu
tumbuh tak begitu banyak, tapi alurnya jelas dari
bagian tengah kewanitaannya ke arah pinggir.
Aku makin “pusing” …
Kemana CD-nya ? Oh .. Dia udah siap
menyambutku rupanya. Dan Syeni kulihat
senyum tipis.
“Ada di mobil” katanya menjawab
kebingunganku mencari CD hitam itu.
“Kapan melepasnya ?”
“Tadi, sebelum turun .”
Kupelorotkan roknya sampai benar2 lepas .. kini
tubuh ibu muda yang putih itu seluruhnya
terbuka. Ternyata di bawah rambur kelaminnya,
tampak sebagian clit-nya yang berwarna merah
jambu juga ! Bukan main. Dan ternyata, pahanya
lebih indah kalau tampak seluruhnya begini.
Putih bersih dan bulat.
Syeni lalu membuka kakinya. Clitnya makin jelas,
benar, merah jambu. Aku langsung
menempatkan pinggulku di antara pahanya yang
membuka, merebahkan tubuhku menindihnya,
dan kami berciuman lagi. Tak lama kami
berpagutan, karena ..
“Maass .. Masukin Mas .. Syeni udah engga tahan
lagi ..” Wah . dia maunya langsung aja. Udah
ngebet benar dia rupanya. Aku bangkit.
Membuka pahanya lebih lebar lagi,
menempatkan kepala penisku pada clitnya yang
memerah, dan mulai menekan.
“Uuuuuhhhhhh .. Sedaaaapppp ..” Rintihnya.
Padahal baru kepala penisku aja yang masuk.
Aku menekan lagi.
“Ouufff .. Pelan-pelan dong Mas ..”
“Sorry …” Aku kayanya terburu-buru. Atau
vagina Syeni memang sempit.
Aku coba lebih bersabar, menusuk pelan-pelan,
tapi pasti … Sampai penisku tenggelam
seluruhnya. Benar, vaginanya memang sempit.
Gesekannya amat terasa di batang penisku. Ohh
nikmatnya ..
Sprei di pembaringan buat pasien itu jadi
acak2an. Dipannya berderit setiap aku melakukan
gerakan menusuk.
Sadarkah kau?
Siapa yang kamu setubuhi ini?
Pasienmu dan isteri orang!
Mestinya kamu tak boleh melakukan ini.
Habis, dia sendiri yang meminta. Masa minta
diperiksa buah dadanya, salah siapa dia punya
buah dada yang indah ? Siapa yang minta aku
merabai dan memijiti buah dadanya? Siapa yang
meminta remasannya dilanjutkan walaupun aku
sudah bilang tak ada benjolan ? Okey, deh. Dia
semua yang meminta itu. Tapi kamu kan bisa
menolaknya? Kenapa memenuhi semua
permintaan yang tak wajar itu? Lagipula, kamu
yang minta dia supaya datang lagi setelah para
pegawaimu pulang . Okey deh, aku yang minta
dia datang lagi. Tapi kan siapa yang tahan
melihat wanita muda molek ini telanjang di
depan kita dan minta disetubuhi?
Begitulah, aku berdialog dengan diriku sendiri,
sambil terus menggenjot memompa di atas
tubuh telanjangnya … sampai saatnya tiba.
Saatnya mempercepat pompaan. Saatnya
puncak hubungan seks hampir tiba. Dan tentu
saja saatnya mencabut penis untuk dikeluarkan
di perutnya, menjaga hal-hal yang lebih buruk
lagi.
Tapi kaki Syeni menjepitku, menahan aku
mencabut penisku.
Karena memang aku tak mampu menahan lagi ..
Creetttttttt………..Kesempr otkan kuat-kuat air
maniku ke dalam tubuhnya, ke dalam vagina
Syeni, sambil mengejang dan mendenyut ….
Lalu aku rebah lemas di atas tubuhnya.
Tubuh yang amat basah oleh keringatnya, dan
keringatku juga. …
Oh .. Baru kali ini aku menyetubuhi pasienku.
Pasien yang memiliki vagina yang “legit” ..
Aku masih lemas menindihnya ketika
handphone Syeni yang disimpan di tasnya
berbunyi. Wajah Syeni mendadak memucat.
Dengan agak gugup memintaku untuk
mencabut, lalu meraih Hpnya sambil memberi
kode supaya aku diam. Memegang HP berdiri
agak menjauh membelakangiku, masih bugil,
dan bicara agak berbisik. Aku tak bisa jelas
mendengar percakapannya. Lucu juga
tampaknya, orang menelepon sambil telanjang
bulat ! Kuperhatikan tubuhnya dari belakang.
Memang bentuk tubuh yang ideal, bentuk tubuh
mirip gitar spanyol.
“Siapa Syen” tanyaku.
“Koko, Suamiku” Oh .. Mendadak aku merasa
bersalah.
“Curiga ya dia”
“Ah .engga .” katanya sambil menghambur ke
tubuhku.
“Syeni bilang, masih belum dapat giliran,
nunggu 2 orang lagi” lanjutnya.
“Suamimu tahu kamu ke sini”
“Iya dong, memang Syeni mau ke dokter” Tiba2
dia memelukku erat2.
“Terima kasih ya Mas … nikmat sekali .. Syeni
puas”
“Ah masa .. “
“Iya bener .. Mas hebat mainnya .”
“Ah . engga usah basa basi”
“Bener Mas .. Malah Syeni mau lagi .”
“Ah .udahlah, kita berberes, tuh ditunggu ama
suamimu”
“Lain kali Syeni mau lagi ya Mas”
“Gimana nanti aja .. Entar jadi lagi”
“Jangan khawatir, Syeni pakai IUD kok” Inilah
jawaban yang kuinginkan.
“Oh ya ..?”
“Si Koko belum pengin punya anak”
Kami berberes. Syeni memungut BH dan
blouse-nya yang tergeletak di lantai, terus
mengenakan blousenya, bukan BH-nya dulu.
Ternyata BH-nya dimasukkan ke tas tangan.
“Kok BH-nya engga dipakai ?”
“Entar aja deh di rumah”
“Entar curiga lho, suamimu”
“Ah, dia pulangnya malem kok, tadi nelepon dari
kantor”
Dia mengancing blousenya satu-persatu, baru
memungut roknya. Sexy banget wanita muda
yang baru saja aku setubuhi ini. Blose ketatnya
membentuk sepasang bulatan dada yang tanpa
BH. Bauh dada itu berguncang ketika dia
mengenakan rok mini-nya. Aku terrangsang lagi
… Cara Syeni mengenakan rok sambil sedikit
bergoyang sexy sekali. Apalagi aku tahu di balik
blouse itu tak ada penghalang lagi.
“Kok ngliatin aja, pakai dong bajunya”
“Habis . kamu sexy banget sih …”
“Ah .. masa .. Kok bajunya belum dipakai ?”
“Entar ajalah . mau mandi dulu .”
Selesai berpakaian, Syeni memelukku yang
masih bugil erat2 sampai bungkahan daging
dadanya terasa terjepit di dadaku.
“Syeni pulang dulu ya Yang . kapan-kapan Syeni
mau lagi ya .”
“Iya .. deh . siapa yang bisa menolak..” Tapi,
kenapa nih .. Penisku kok bangun lagi.
“Eh .. Bangun lagi ya ..” Syeni ternyata
menyadarinya.
Aku tak menjawab, hanya balas memeluknya.
“Mas mau lagi .?”
“Ah . kamu kan ditunggu suami kamu”
“Masih ada waktu kok …” katanya mulai
menciumi wajahku.
“Udah malam Syen, lain waktu aja”
Syani tak menjawab, malah meremasi penisku
yang udah tegang. Lalu dituntunnya aku menuju
meja kerjaku. Disingkirkannya benda2 yang ada
di meja, lalu aku didudukkan di meja,
mendorongku hingga punggungku rebah di
meja. Lalu Syeni naik ke atas meja, melangkahi
tubuhku, menyingkap rok mininya, memegang
penisku dan diarahkan ke liang vaginanya, terus
Syeni menekan ke bawah duduk di tubuhku. ..
Penisku langsung menerobos vaginanya ..
Syeni bergoyang bagai naik kuda .
Sekali lagi kami bersetubuh .
Kali ini Syeni mampu menccapai klimaks,
beberapa detik sebelum aku menyemprotkan
vaginanya dengan air maniku …
Lalu dia rebah menindih tubuhku .. Lemas
lunglai.
“Kapan-kapan ke rumahku ya … kita main di
sana ..” Katanya sebelum pergi.
“Ngaco . suamimu .?”
“Kalo dia sedang engga ada dong ..”
Baiklah, kutunggu undanganmu.
Sejak “peristiwa Syeni” itu, aku jadi makin
menikmati pekerjaanku. Menjelajahi dada wanita
dengan stetoskop membuatku jadi “syur”,
padahal sebelum itu, merupakan pekerjaan yang
membosankan. Apalagi ibu-ibu muda yang
menjadi pasienku makin banyak saja dan banyak
di antaranya yang sexy.


Adult | GO HOME | Exit
1/1216
U-ON

inc Powered by Xtgem.com